Kemenangan hakiki di bulan Ramadhan dapat di raih adalah ketika seorang Muslim mampu meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dan menjadi pribadi yang lebih baik. Kemenangan hakiki bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga tentang mengendalikan hawa nafsu, amarah, dan perkataan yang tidak baik.
Idul Fitri disebut Hari Raya Kemenangan, karena sukses mengendalikan hawa nafsu selama sebulan menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Pemerintah melalu Kementerian Agama RI menetapkan tanggal 22 April 2023 adalah tanggal 1 Syawal 1444 H, umat Islam merayakan Hari Raya Idul Fitri yang juga disebut hari raya kemenangan, shoimin dan shoimat dapat terlahir kembali sebagai orang-orang yang menang mengendalikan hawa nafsu, selain sebagai hari kemenangan juga menjadi fitrah terlahir kembali dengan fitrah kemanusiaan yang suci, bersih dari dosa, dan mendapat kekuatan baru, dari suplay gizi selama Ramadhan tazkiyatun nafs dan tarbiyatun nafs (penyucian jiwa) (penguatan diri).
Manifestasi pengejawantahan kemenangan dan kefitraan akan terlihat pada sejauh mana hablum minallah terjaga dengan baik dapat menjelma dalam hablum minannas. Predikat pemenang menuntut kemampuan setelah Ramadhan, melalui tradisi-tradisi positif yang diperoleh selama bulan Ramadhan. Meskipun Ramadhan telah usai, kita harus senantiasa menjaga kuantitas dan kualitas ibadah kepada Allah, melanjutkan puasa sunnah, qiyamul lail, infak, sedakah, dan kepedulian sosial.
Ibadah Puasa sejatinya representasi dari sejumlah ibadah yang ada dalam ajaran Islam. Sebab, sebagaimana puasa, ibadah-ibadah lain juga memiliki semangat spiritual dan sosial yang harus kita raih kedua-duanya. Shaleh secara individu dan shaleh secara sosial, mampu mengejar pencapaian spiritual, tapi mengabaikan aspek sosial hanya akan membuat manusia buta terhadap lingkungan sosial dan kemanusiaan. Demikian pula sebaliknya, terlalu sibuk dengan aspek sosial tetapi mengabaikan sisi ritualnya hanya akan membuat kita jauh dari Allah. Keseimbangan keshalehan individu dan keshalehan sosial sebagaimana digambarkan dalam sebuah hadits Rasulullah saw. “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, ‘Sekalompok sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, ada seorang perempuan ahli puasa dan ahli ibadah malam, tapi dia masih suka menyakiti tetangganya. Bagaimana pendapatmu?’ Rasul menjawab, ‘Dia akan masuk neraka.’ Mereka bertanya lagi, ‘Ada pula seorang perempuan yang hanya menunaikan shalat lima waktu, bersedekah dengan sepotong keju, dan tidak menyakiti tetangganya. Bagaimana pendapatmu?’ Rasul menjawab, ‘Dia akan masuk surga.’” (HR Al-Hakim).
Momen kemenangan dan kefitraan yang diraih karena sukses beribadah puasa, sukses mengendalikan hawa nafsu, patut dimanifestasikan dalam makna yang sebenarnya, meraih sukses ibadah puasa, mencapai spiritual ilahiyah, sekaligus membumikan hakekat hidup kemanusiaan. Pasca Ramadhan tetap istiqamah menjalankan perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-Nya, pada saat yang sama membumikan nilai kasih sayang dan kepedulian sosial.
Di malam hari di akhir Ramadhan, umat Islam menunaikan zakat fitrah, memberi 2,5 kg beras atau makanan pokok kepada mustahak, agar ibadah puasa sempurna. Hakekat zakat fitrah adalah peduli kemanusiaan, cinta dan kasih sayang sesama manusia. Agar dihari Idul Fitri semua umat Islam merasakan kebahagian bersama, tanpa ada kesedihan bagi yang kurang beruntung.
Ibadah puasa tidak cukup menjadikan seseorang sebagai hamba terbaik di hadapan Allah, kecuali disempurnakan dengan zakat fitrah. Rajin shalat ternyata tidak cukup baik di hadapan Allah, jika masih ada permusuhan dan cacian diantara sesama. Hari yang fitri dan hari kemenangan adalah hari dimana umat Islam menang secara spiritual, sukses menjadi hamba, sekaligus kemenangan sosial sukses membumikan kepedulian dan kepekaan sesama manusia, giat berbagi dan merasakan kepedihan sesama.